Ulat
sutera adalah serangga yang memiliki keuntungan ekonomis bagi manusia karena
mampu menghasilkan benang sutera (Borror et al 1992). Nama Bombyx mori dapat ditafsirkan dari kata Bombyx yaitu sebagai nama jenis
penghasil serat yang termasuk kedalam Familia Bombicidae dan kata mori berasal dari Morus (murbei) yang daunnya merupakan bahan makanan ulat sutera.
Ulat
sutera Bombyx mori merupakan ulat
sutera monofag yang hanya memakan daun murbei (Morus sp). Bombyx mori ditemukan di Cina pada 3000 tahun sebelum Masehi (Samsijah
dan Andadari,1995).
Klasifikasi dari Bombyx mori L.
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum :
Arthropoda
Sub Filum : Mandibulata
Klass : Insecta
Sub Klass : Pterygota
Ordo : Lepidoptera
Family : Bombycidae
Genus :
Bombyx
Spesies
: Bombyx mori L.
Ulat
sutera memiliki bentuk tubuh yang berwarna putih, serta berbulu. Ulat sutera
dapat melalukan molting (berganti kulit) pada saat memasuki instar baru (Borror
et al, 1992).
Tubuh
ulat sutera dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu kepala, dada dan perut. Pada
bagian kepala memiliki antena yang terdiri dari tiga segmen pendek, dan bagian
mulut terletak ke bawah dan di depan wajah yang terdiri dari sepasang rahang
dengan maksila dengan labrum dan labium. Pada bagian perut terdiri dari tiga
segmen dengan sepasang spirakel dan tiga pasang kaki toraks (Tazima, 1978).
Siklus
Hidup Bombyx
mori
Siklus
hidup merupakan suatu rangkaian berbagai stadia yang terjadi pada seekor
serangga selama pertumbuhannya, sejak dari telur sampai menjadi dewasa.
Perkembangan pasca-embrionik atau perkembangan insekta setelah menetas dari
telur akan mengalami serangkaian perubahan bentuk dan ukuran hingga mencapai
serangga dewasa (Jumar, 2000).
Perubahan
bentuk dan ukuran yang bertahap disebut dengan metamorfosis. Ulat sutera
merupakan salah satu serangga yang mengalami metamorfosis sempurna. Sepanjang
hidupnya, ulat sutera mengalami empat fase, yaitu telur, larva, pupa dan imago. Pada fase larva terdiri
dari beberapa tahap yaitu instar I sampai V (Katsumata, 1964).
a.
Telur
Telur
ulat sutera berbentuk agak gepeng, ukurannya kira-kira 1,3 mm, lebar 1 mm dan
tebal 0,5 mm beratnya hanya ± 0,5 mg. Warna telur hari pertama keluar dari
induknya adalah kuning sampai kuning susu. Lama stadia telur akan sangat
tergantung pada kondisi iklim atau perlakuan yang diberikan. Apabila suhu
tinggi dapat menyebabkan telur menjadi tidak aktif, maka telur dapat menetas
setelah 4-10 bulan, bila suhu normal telur akan menetas setelah 9-12 hari
(Mujiono, 2000).
b.
Larva
Perkembangan
ulat sutera terjadi perubahan instar dimana pada setiap perubahan instar
ditandai dengan adanya molting. Lamanya dalam tahapan instar adalah instar I
berlangsung selama 3-4 hari, instar II lamanya 2-3 hari, instar III lamanya 3-4
hari, instar IV lamanya 5-6 hari dan instar V lamanya 6-8 hari (Wyman,1974)
Peralihan
instar ke instar berikutnya ditandai dengan berhentinya makan, tidur dan
pergantian kulit. Pada akhir instar V tidak terjadi pergantian kulit, tetapi
badannya berangsur-angsur transparan seolah-olah tembus cahaya dan larva
berhenti makan. Larva sudah mulai mengeluarkan serat sutera dan membuat kokon
(Sunanto, 1996).
c. Pupa
Perubahan
dari larva menjadi pupa ditandai dengan berhentinya aktivitas makan. Proses
pergantian kulit larva menjadi pupa akan terjadi di dalam kokon. Pembentukan
pupa berlangsung 4-5 hari setelah ulat selesai mengeluarkan serat sutera untuk
membentuk kokon.
Lama
masa pupa 9-14 hari. Dalam bentuk pupa tidak tampak gejala hidup, pada hal
terjadi perubahan besar yang sukar dilukiskan. Tungkai tambahan yang terdapat
disepanjang perut ulat menghilang. Pada bagian dada muncul tiga pasang tungkai
baru berbentuk tungkai dewasa. Bentuk tungkai baru ini lebih panjang dan lebih
langsing. Selain itu disusun pula sayap, sistem otot baru dan semua bagian
tubuh dewasanya (Siregar, 2009).
d. Imago
Pada
tahapan imago berlangsung selama 5-7 hari. Pada tahap imago merupakan tahapan
yang reproduktif dimana terjadi perkawinan, dan betina mengeluarkan
telur-telurnya. Kupu-kupu ini tidak dapat terbang dan kehilangan fungsional
dari bagian mulutnya, sehingga tidak dapat mengkonsumsi makanan.
Pertumbuhan
ulat sutera sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim di lokasi pemeliharaan, yaitu
suhu, kelembaban nisbi, kualitas udara, aliran udara, cahaya, dan sebagainya (Subandy,2008).
Sistem
Respirasi Ulat Sutera
Respirasi
adalah alat atau bagian tubuh tempat oksigen dapat berdifusi masuk dan
sebaliknya karbon dioksida dapat berdifusi keluar. Corong hawa (trakhea) adalah
alat pernapasan yang dimiliki oleh serangga dan arthropoda lainnya. Pembuluh
trakhea bermuara pada lubang kecil yang ada di kerangka luar (eksoskeleton)
yang disebut spirakel.
Spirakel berbentuk pembuluh silindris yang
berlapis zat kitin, dan terletak berpasangan pada setiap segmen tubuh. Spirakel
mempunyai katup yang dikontrol oleh otot sehingga membuka dan menutupnya
spirakel terjadi secara teratur. Pada umumnya spirakel terbuka selama serangga
terbang, dan tertutup saat serangga beristirahat (Jumar, 2000).
Pada
serangga, khususnya pada ulat sutera cara respirasi utamanya adalah melalui
difusi oksigen dan karbon dioksida melalui sistem trakhea, dibantu oleh
ventilasi mekanis dari trakhea abdominal dan kantung udara. Difusi oksigen ke
sistem trakhea terjadi karena turunnya tekanan oksigen pada ujung trakheolus.
Karbon dioksida juga dapat berdifusi keluar melalui sistem trakhea (Hadi et
al, 2009).
Ciri-ciri Morfologi pada Mutan Ulat
Sutera (Bombx mori L.)
Ulat sutera dewasa berwarna putih krem dengan beberapa garis
kecoklat-coklatan pucat melintang pada sayap-sayap depan, dan mempunyai
bentangan sayap kira-kira 50 mm, tubuhnya besar dan berbulu. Ulat sutera dewasa
tidak makan, jarang terbang, dan kadang-kadang hanya hidup beberapa hari saja.
Masing-masing betina bertelur sekitar 300-400 telur (Boror et al,1992).
Mutasi gen dapat menyebabkan berbagai perubahan dalam
penampakan morfologi ulat sutera. Menurut Tazima (1978), ada beberapa
karakteristik morfologi ulat sutera (Bombyx mori ) yaitu:
a. Warna Tubuh
·
Lemon
(lem)
Larva berwarna kuning terang karena
memiliki 7,8 -dehydropteridine (sepiapterin) dalam sel hypodermal mereka.
·
Inhibitor-f
Lemon (i-lem)
Larva pada i-lem ini lebih gelap dibandingkan dengan larva
lem.
·
Dilute
Black (bd)
Larva berwarna hitam keabu-abuan.
Ngengat betina benar-benar steril memproduksi telur mikropilar struktur yang
tidak normal. Ngengat jantan subur tetapi tidak dapat melakukan pembuahan tanpa
bantuan.
·
Sooty
(so)
Warna kepala hitam gelap, dada dan
perut yang berbulu dalam larva maupun di ngengat. Pupa so adalah berwarna hitam
pekat dan coklat kekuningan pada normal.
b.
Karakteristik Kepompong dan dewasa
Kepompong sutera memiliki bentuk elip dan berwarna coklat
kekuningan. Bentuk yang terlihat adalah sayap menonjol dari dada, meluas ke
segmen ke-2 bagian perut di sisi vetral. Ngengat ditutupi dengan warna yang
coklat gelap.
Ø Bentuk sayap
Untuk melihat bentuk sayap ngengat
pada yang mutan dapat dilihat pada tahap pupa yaitu sebagai berikut:
·
Wingless
(Flugellos) (fl)
Kedua sayap anterior posterior tidak
ada pada pupa maupun ngengat, sering mati, pendarahan pada wilayah perbatasan
antara dada dan perut. Kaki ke 2 dan ke 3 ngengat mempunyai perkembangan yang
buruk, pembuahan sulit bagi jantan.
·
Vestigial
(vg)
Kedua sayap depan dan sayap belakang kurang berkembang.
·
Micropterous
(mp)
Bagian Sayap hanya terdapat pada
segmen dada pada pupa, ukuran sayap yang muncul sekitar 80% dari normal.
·
Minute
Wing (mw)
Mirip dengan mp tapi sayap lebih pendek.
·
Wrinkled
Wing (wri)
Sayap kurang berkembang, tidak diperpanjang sepenuhnya.
·
Crayfish
(cf)
Sayap pada anterior maupun posterior
bengkak dan menonjol kearah luar dari tubuh, sehingga menghasilkan tampilan
seperti udang karang. Sayap bengkak, rapuh dan cenderung berdarah.
·
Crayfish
of-Eguchi (cf-e)
Sangat mirip dengan cf.
Ø Karakteristik
mata
Warna mata berhubungan erat dengan warna pada telurnya. Gen
warna pada telur normal membuat mata berwarna hitam, gen merah pada telur
membuat mata berwarna merah gelap, dan gen putih pada telur membuat mata
berwarna putih tetapi kadang-kadang tidak memberikan pengaruh yang sama.
Pakan Bombyx mori
Murbei
termasuk marga Morus dari keluarga Moraceae, ordo Urticales, kelas
Dicotyledonae. Secara umum murbei merupakan pohon, perdu dan semak, serta
memiliki getah. Tinggi maksimalnya mencapai 15 m dengan diameter tajuk 60 cm.
memiliki daun tungal dan stipula. Murbei dapat hidup di daerah hangat sampai
dingin. Murbei dapat tumbuh atau hidup pada berbagai jenis tanah, serta pada
ketinggian antara 0-3000 m di atas permukaan laut. Oleh karena itu dibeberapa
tempat di Indonesia banyak ditemukan murbei tumbuh dengan liar(Wyman ,1974).
Perkembangan murbei biasanya melalui biji dan stek. Biji berkecambah selama 9-14 hari tergantung pada musim. Perbanyakan vegetatif pada tanaman murbei lebih banyak dilakukan untuk memperbanyak bibit tanaman murbei. Cara yang biasa dilakukan adalah dengan stek. Stek diambil dari tanaman induk yang unggul dan berumur sekitar 12-20 bulan dengan pertumbuhan yang bagus, bebas hama penyakit, batang tegak, produksi daun tinggi, serta ukuran daun lebar-lebar. Tanam murbei paling ideal ditaman pada ketinggian 400-800 m di atas permukaan laut.Dengan daerah yang mempunyai temperatur rata-rata 21-23°C sangat cocok untuk murbei. Tanah sebaiknya memiliki pH di atas 6, teksturnya gembur, ketebalan lapisan paling tidak 50 cm. Tanah yang subur tentu akan memberikan dukungan pertumbuhan yang baik. Walaupun begitu, tanah yang kurang subur bisa dibantu dengan dosis pemupukan yang tepat (Subandy, 2008).
Daun
murbei juga mempunyai kandungan protein dan karbohidrat yang cukup tinggi yaitu
sekitar 18-28 % dan mengandung serat kasar yang rendah sekitar 10,57%
(Ekastuti, 1996 dalam Rifai, 2009). Daun murbei mengandung asam askorbat, asam
folat, karoten, vitamin B1, pro vitamin D, mineral Si, Fe, Al, Ca, P, K, dan
Mg. Tanaman murbei (Morus sp.) merupakan
pakan sutera (Bombyx mori L.) yang produksi serta kualitas daunnya berpengaruh
terhadap produksi dan kualitas kokon. Makanan adalah salah satu faktor
terpenting yang menentukan sifat fisiologi seperti pergantian kulit dan masa
istirahat ulat Bombyx mori L. Makanan
yang kurang baik selama stadia larva kadang-kadang menyebabkan terlambatnya
waktu pergantian kulit sehingga stadia larva lebih panjang. Penambahan nutrisi pada makanan ulat
sutera adalah penting dalam rangka
meningkatkan produksi dan mutu kokon serat yang dihasilkan (Shimizu &
Tajima ,1972).
Jumlah
daun yang dikonsumsi pada ulat sutera akan mempengaruhi efisiensi kecernaan dan
konversi makanan yang tertelan dan dicerna, baik secara langsung atau tidak
langsung dalam kondisi ulat. Efisiensi berkembang biak sebagai alat untuk
mengkonversi daun murbei sebagai pakan ulat sutera dalam berbagai kondisi
ekologi, daun murbei dari tingkat konversi ulat sutra adalah karakter
fisiologis yang komprehensif dan indeks ekonomi yang penting dalam produksi
kepompong (Gangwar, 2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar